Selasa, 14 April 2009

Asal-usul Ny. Roro Kidul


cEriTA rAkYat
Nyai ratu kidul dipercayai sebagai seorang ratu kidul yang sakti, yang menguasai samudra Indonesia. di Jawa Tengah, dia juga dikenal dengan nama Nyai Loro Kidul atau Nyi Lara Kidul. Penduduk sepanjang pantai selatan pulau Jawa sampai saat ini masih mempercayai kesaktiannya, bahkan di Parang Tritis sebuah obyek wisata, kadang-kadang masih dilakukan upacara yang berkaitan dengan Nyi Lara Kidul. Tentang asal usul dan riwayat Nyi Lara Kidul, ada bermacam-macam versi. Dan yang diceritakan di sini adalah

sebuah riwayat yang berasal dari Jawa Barat.
Kono di kerajaan Pajajaran Purba bertahtalah seorang raja bernama Prabu Mundingsari. Baginda dikenal sebagai raja yang berwajah tampan dan bijaksana dalam pemeritahan, hingga dicintai segenap rakyat Pajajaran. Prabu Mundingsari sangat gemar pergi berburu dengan diiringi tamtama atau pengawal. Tetapi hati itu, panglima tersesat dan terpisah dari pengawalnya ketika memburu seekor kijang. Prabu Mundingsari mencoba mencari pengawalnya. Tetapi, sesudah menjelajahi rimba itu sampai setengah hari jejak para pengawal itu belum juga tampak, sehingga Baginda Mundingsari semakin jauh tersesat. Haripun mulai gelap, baginda bermaksud beristirahat.
Karena lelahnya, baginda Mundingsari tertidur. Dalam keadaan setengah tertidur itu, tiba-tiba ada seorang berada di dekatnya.
Baginda terkejut dan segera terbangun. Di hadapannya telah berdiri seorang gadis yang sangat cantik dan tengah tersenyum padanya.
"Oh, siapakah kau…?!" tanya Prabu Mundingsari keheranan.
"Hamba adalah cucu dari raja rimba ini. Apakah tuan adalah raja Mundingsari dari Pajajaran?"
"Ya, aku adalah raja Mundingsari. Ada apa kiranya?"
"Tuanku tampaknya tersesat dan terpisah dari para pengawal tuanku. Sudilah kiranya tuanku singgah di istana kakekku sambil beristirahat di sana."
Karena undangan itu disampaikan dengan ramah dan sopan santun, baginda Mundingsari tidak dapat menolaknya, apalagi orang yang mengundangnya adalah seorang gadis yang sangat cantik. Raja Pajajaran itupun mengikuti si gadis cantik itu.
Tak seberapa lama kemudian sampailah mereka pada istana tempat tinggal gadis itu. Gadis itu segera membawa prabu Mundingsari masuk ke dalam istana. Mereka disambut oleh raja yang berwajah cukup seram. Tetapi kata-katanya cukup ramah.
"Ahahahahahahaha!!! Prabu Mundingsari, selamat datang di istanaku walau tidak seindah istanamu. Kuharap kau akan betah tinggal di sini!! Cucuku mencintai tuan hingga tiap malam, wajah tuan selalu terbawa mimpi dan bahkan dia jatuh sakit. Soal terpisahmu dari pengawal tuan tersesat di rimba ini, akulah yang mengaturnya.
Prabu Mundingsari merasa heran akan kata-kata raja itu. Dia menoleh putri cantik itu yang tampak wajahnya kemalu-maluan.
Karena kecantikan putri itu, lagi pula karena kelemah lembutannya putri itu, Prabu Mundingsari segera jatuh hati pada perempuan itu. Kemudian merekapun menikah dan hidup dalam kebahagiaan.
Baginda tinggal beberapa lama bersama istrinya di istana dalam rimba itu. Hingga pada suatu hari…
"Adinda, rasanya sudah cukup lama kakanda meninggalkan istana Pajajaran. Aku hendak menjenguk ke sana dan hendak kulihat bagaimana keadaan rakyatku," Kata Prabu Mundingsari.

"Baiklah kakanda! Tetapi sesekali datanglah kakanda menjenguk hamba…" sahut istrinya dengan sedih mendengar niat prabu Mundingsari, suaminya itu.
Kemudian, Prabu Mundingsari keluar dari istana menuju Pajajaran. Tetapi, kali ini baginda tidak tersesat dan mudah mendapatkan jalan pulang.
Setiba di istana Pajajaran, baginda disambut dengan isak tangis kegembiraan oleh permaisuri dan siisi istana, karena sudah berbulan-bulan baginda menghilang dalam sebuah perburuan. Kemudian, baginda kembali menduduki tahta Pajajaran dan memerintah sebagaimana sebelumnya.
Berbulan-bulan kemudian. Pada suatu malam, baginda terjaga dari tidurnya karena mendengar suara tangis bayi. Baginda Mundingsari segera bangkit, dan mendatangi sumber suara itu. Maka tampak olehnya sebuah buaian dan di dalamnya terdapat seorang bayi yang tengah menangis.
Baginda segera mendukung bayi yang ternyata seorang bayi perempuan. Tiba-tiba seraut wajah yang dikenalnya sebagai wajah istrinya dari istana di tengah rimba tempo lalu.
"Kakanda Mundingsari, bayi itu adalah anak kita! Dia kuserahkan kepada kakanda untuk kau besarkan di kalangan manusia," kata istrinya itu.
"Dia kalangan manusia? Apa maksud adinda? " tanya prabu Mundingsari tak mengerti.
"Sebenarnya bahwa aku dari kalangan siluman!"sahut istrinya itu.
Baginda Prabu Mundingsari merasa heran dan hanya tertegun sampai beberapa saat. Dia tidak tahu dan tidak menyadari ketika bayangan wajah putri siluman istrinya itu menghilang.
Demikianlah, bayi perempuan itu dipelihara di lingkungan istana dan abadi diberi nama RATNA DEWI SUWIDO. Permaisuri baginda Mundingsari merasa tidak senang akan kehadiran Dewi Suwido di istana Pajajaran. Dia memperlakukannya dengan bengis.
Delapan belas tahun kemudian. Dewi Suwido tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat cantik dan sukar dicari tandingannya.
Kecantikannya itu terkenal hingga ke negara-negara tetangga. Hal ini semakin mebuat tak senang hati sang permaisuri apalagi putrinya tidak secantik Dewi Suwido. Sementara itu sudah banyak lamaran dari para pangeran yang bermaksud mepersunting Dewi Suwido, hati permaisuri semakin geram. Oleh sebab itu, timbul maksud jahatnya untuk menyingkirkan Dewi Suwido dari istana.
Dalam mewujudkan maksud jahatnya itu, permaisuri segera mendatangi seorang ahli tenung yang terkenal pandai."Ah tuanku permaisuri tidak perlu khawatir! Hal itu bukan pekerjaan sukar buat hamba," kata dukun tenung itu.
"Ingat…aku inginkan wajah gadis itu rusak. Hingga tak seorangpun sudi memandanginya!" pesan sang permaisuri.
Sepeninggal permaisuri, tukang tenung itu segera melaksanakan permintaan permaisuri. Pada malam harinya, dia mulai menyebarkan ilmunya.
Keesokan harinya, Dewi Suwido bangun dari tidurnya dan merasa tidak enak di sekujur tubuhnya.
"Ah, kepalaku terasa berat. Kulit wajahkupun terasa tebal.
Karena merasa ada kelainan pada wajahnya, gadis itu berkaca. Dia sangat terkejut melihat wajahnya dalam kaca yang kini telah berubah mejadi buruk.
"Ah…apakah…apakah yang berada dalam cermin itu adalah wajahku? Mengapa jadi demikian?"
Ketika menyadari bahwa wajah yang berada di cermin itu memang betul wajahnya. Hati Dewi Sumido jadi hancur. Dia menangis terus menerus. Kecantikannya sama sekali sudah tidak tersisa.
Berhari-hari gadis itu mengurung diri di kamar, dan tidak mau menjumpai orang. Tetapi, atas pembritahuan sang permaisuri, prabu Mundingsari akhirnya tahu kalau Dewi Sumido mengidap penyakit yang berbahaya.
"Ah…kau mengidap penyakit lepra, anakku. Penyakit itu adalah penyakit yang berbahaya….ayahanda merasa menyesali sekali. Tetapi apa boleh buat, kau akan kuasingkandari istana." kata Prabu Mundingsari, ayahnya.
Hati Dewi Suwido semakin remuk ketika ayah kandungnya sendiri bermaksud menyingkirkan dan tidak mau berdekatan dengan dirinya. Baginda Mundingsari segera memerintahkan beberapa orang pengawal mengantarkan Dewi Sumido ke dalam rimba.
Setiba di tepi rimba, para pengawal tidak mau mengantarkannya lebih jauh. Dengan hati pilu, gadis itu melanjutkan perjalanan ke dalam rimba seorang diri. Dia masih belum tahu hendak menuju ke mana. Pada akhirnya, Dewi Sumido tiba di gunung Kombang.
Kemudian, dia bertapa di sana dan memohon pada para dewa agar wajahnya dikembalikan sebagaimana sebelumnya.
Bertahun-tahun dia melakukan tapa, malahan wajahnya semakin rusak. Tetapi, pada suatu hari, dia mendengar sebuah suara.
"Cucuku. Dewi Sumido! Kalau kamu ingin wajahmu kembali seperti semula, berangkatlah menuju ke selatan. Kau harus masuk ke laut Selatan dan bersatu dengannya. Dan tak usah kembali dalam pergaulan manusia."
Setelah mendengar suara itu, Dewi Sumido segera berangkat ke arah selatan seperti yang diperintahkan. Berhari-hati kemudian, tibalah dia di Pantai Selatan. Gadis itu merasa ngeri berada di pantai yang tajam dan curam itu. Tetapi dia percaya akan kata-kata yang didengar dalam tapanya itu, yang dipercaya sebagi petunjuk dari para dewa. Dengan penuh kepercayaan pula Dewi Suwido terjun laut tebing yang curam.
Setelah muncul kembali dari dalam air laut, segala penyakit yang menempel pada tubuh Dewi Suwido telah hilang. Kecantikan Dewi Suwido kembali pada keadaanya semula bahkan lebih cantik. Menurut kepercayaan penduduk setempat, Dewi Suwido masih hidup hingga kini dan menjadi Ratu di Laut Selatan, ratu dari segala jin dan siluman di sana. Benar atau tidaknya cerita di atas, yang jelas penduduk di sepanjang pantai selatan pulau JAwa sampai saat ini masih mempercayai akan kesaktian Ratu Samudra Indonesia itu.

(http://aleksandria.blog.friendster.com/2007/09/nyi-roro-kidul/)